Mesti Ada Musuh
Hello Guys, Welcome to Panic Area!, namun karena kepanikan itu terjadi,
susah sekali untuk mengontrol diri sendiri... anda tahu, sebagian besar seorang
pelopor sejati, seorang yang berpengaruh besar terhadap sesuatu yang publicly atau
bersifat universal, mereka tidaklah segelintir orang yang masuk dalam lis
hitam, seakan-akan seorang buronan kelas internasional atau mungkin melebihi
itu, seakan-akan teroris yang pernah menghantam berpuluh-puluh ribu negara
dengan dinamitnya, perlu di hukum mati.
Pandangan politik seseorang memang berbeda, namun berbicara politik, tak
lebih dari permainan catur, memerlukan bidak-bidak lain untuk menyerang.
Sebagaimana kualitas para pemimpin sekarang, yang tidak lebih seorang Penipu
handal... Namun dilihat dari segi risiko yang diterima, justru berbanding
terbalik, bisa jadi kitalah yang sekedar omong kosong. Untuk beberapa dekade
ini, sebelum beranjak kepada masa kepemimpinan baru, mulai dari Calon-Calon
Pemimpin, yang berpredikat 'Presiden' dan dibantu oleh wakilnya, sudah ada
iming-iming halus melalui media massa, alat komunikasi lainnya, dan mulailah
permainan politik ini menjelang hari 'ITU' tiba.
Ada beberapa permainan yang harus diperjualbelikan kepada masyarakat,
bentuk negosiasi rendah, yang membius dan menghipnotis khalayak untuk berpindah
tangan. Let's see it! Kita akan tahu bagaimana permainannya nanti,
mulai dari demonstrasinya, ataupun berangan-angan akan ini-itu agar dapat lebih
baik lagi! So Damn! Not more a foolish way to reach it down!
Lihatlah dan perhatikan iming-iming tersebut di media massa, seperti koran
ataupun berita televisi yang menampilkan hal-hal buruk dari sisi lain, karena
jelas, prinsip mereka (Wartawan) adalah 'The bad things is the good news!',
jadi lebih mudah untuk kita melihat bagaimana sisi perang dingin antar partai
politik, yang memonopoli urusan khalayak dan lainnya, demi menjamin kualitas
diri sendiri, demi meninggikan martabat sendiri. Tidak kurang dari itu.
Baru saja berselancar di dunia maya, sudah terpampang sebagai headline tentang
pengkritikan jasa kepemimpinan seseorang, dan lebih menjorok kepada
'Menjatuhkan Lawan!'. Semakin besar pikulan yang kita dapat, semakin berat
beban tanggung jawab kita, maka semakin sempurnalah kemuliaannya, namun tidak
semudah itu, dilihat dari segi prosesnya. Sudah lama negara kita
menjunjung tinggi hakikat demokrasi, namun kebenarannya secara akal memang
belum 'pas' menentukan. baiklah, saya akan menggambarkannya sebagai berikut,
simak:
Sebuah desa dengan masyarakat 'penjudi' akan melaksanakan pemilihan kepala
desa, calonnya adalah Fulani, Afani, dan Kafani. Dari salah satu calon
tersebut, memiliki latar belakang yang Out of Fulfillment, yaitu Fulani, ia
senang bermabuk-mabukkan, dan berjudi, juga seorang figur yang selalu membagi
seperlima bagian dari hasil judinya kepada teman sepermainannya sedangkan Afani
dan Kafani, mereka out of figure, dengan maksud, karena mereka memiliki
perusahaan yang harus dikelola, Afani adalah seorang Best Manager di
perusahaannya, dan Kafani adalah Grand Manager dari Perusahaannya.
Baiklah, dari penggambaran di atas, siapa menurut kalian yang akan mengidap
gelar Kepala Desa? Akankah demokrasi akan tertuju kepada yang benar, jika
sebuah desa yang dipenuhi 'Penjudi' akan dikepalai oleh seorang yang baik-baik?
Lantas, apakah demokrasi itu selalu baik? Jawabannya tidak. Sayang sekali
kawan, dengan ilustrasi di atas, terjadi atau tidak, mereka akan secara
'DEMOKRASI' memilih Fulani sebagai kepala desa, karena jika mereka memilih Afani
atau Kafani, bisa saja Aturan Perjudian akan dihapus dan itu sisi yang merugikan
bagi masyarakat.
Dalam kitab suci sekalipun, demokrasi tidak ada bahasannya, itu adalah
permasalahan yang dibuat-buat. Dalam Demokrasi, akan ada keterbatasan kemampuan
yang membuat kejelekan prinsip ini, seperti halnya masyarakat bodoh yang mau
saja 'disuap'. Guys! ini bukan zaman batu! di mana orang-orang
memilih tanpa asas dan maksud. Baiklah, sesuai data informasi tentang banyaknya
pengangguran di negeri ini, membuat penurunan kualitas pendidikan masyarakat,
dan mereka itulah yang akan menjadi sasaran empuk para 'Bedebah Berdasi' dengan
membagi-bagi uang simpati kepada mereka, dan apa yang akan mereka
(Pengangguran) perbuat? Mereka akan senang hati menyambut itu semua, dengan
rentetan senyuman, sambil berkata ini-itu tentang kemajuan politik yang sama
sekali tidak mereka pahami, karena pemikiran mereka 'nyoblos doang, yang
penting dapat upah, gak pake ribet!'
Dalam kitab suci hanyalah Musyawarah sebagai pilihan terbaik dalam politik.
Memang kalian pikir, para khulafaurosyidin membagi daerah otoritas dengan
menggunakan pungutan suara atau voting? Tidak! mereka (khulafaurasyidin)
memilih langsung orang yang menjadi pemegang daerah otonom tersebut atau dengan
musyawarah tanpa melibatkan masyarakat bodoh di dalamnya. Walhasil, kemajuan sangat
pesat dan tidak ada penyelewengan pihak-pihak yang terkait, mereka bekerja atas
amanat dari perwakilan rakyat.
Berbeda dengan negeri ini, dari tahun ke tahun, tidak ada pemimpin yang
'beres' dalam masanya, kita flashback lagi kepada presiden pertama kita,
Ir.Soekarno. Apakah beliau terpilih secara voting? Tidak, beliau dengan
wakilnya terpilih secara 'Tunjuk' dan harus siap memimpin, walhasil, Indonesia
pada masanya sangat maju, dan mulai ketika demokrasi menghujam dan menghantui
negeri ini, semakin tidak jelas nasibnya.
Demokrasi itu adalah prinsip tua yang lahir jauh sebelum masehi... Kapan
mau maju? Jika demokrasi yang terbaik... Bagaimana dengan kenyataan negeri ini?
Apa harus selalu main coblos, tanpa asas dan maksud? Atau selalu berkeluh kesah
setelahnya?
Saya tidak bilang Demokrasi itu buruk, namun demokrasi itu tidak pas untuk
negeri seperti ini... jika saja di dalamnya adalah orang-orang dengan intelektual
tinggi seluruhnya, maka tidak masalah Demokrasi diadakan, dan sudah ada jaminan
mutu untuk itu, namun, karena notabene masyarakat kita 'PEMALAS' dan berakibat
fatal dan menyebabkan 'KEBODOHAN' maka, apakah pantas demokrasi bersatu dengan
prinsip kita yang sekarang ini? Sebelum ada perubahan perputaran kondisi
sebesar 180 derajat, Indonesia masih bisa berjaya di atas Tanah Air Tercinta
Ini.
Article By. Muhammad Iqbaludin
Article By. Muhammad Iqbaludin
Tags:
Soft Article
0 comments